Kanal

Polemik Pengukuhan 24 Pjs Penghulu Berdasarkan Kacamata Administrasi

DIRGANUSANTARA.COM-ROHIL-Polemik Pengukuhan 24 Pelaksana Jabatan sementara (Pjs) Penghulu di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) sepertinya masih terus berlanjut. 

Kali ini Akas Virmandi turut angkat bicara mengenai kebijakan yang telah diambil oleh Pelaksana Tugas (Plt) bupati Rohil, H Sulaiman SS MH yang telah memutasi ke 24 PJs Penghulu lama dan mengantikan PJs yang baru dengan alasan P3K dan netralitas menggunakan Kacamata Administrasi.

Sebagai salah satu pemuda yang ikut terlibat dalam merespon polemik yang terjadi ditengah masyarakat di negri Rokan Hilir saat ini Akas Virmandi yang saat ini menyandang gelar Sarjana Administrasi Publik menjelaskan bahwa kritikan nya terhadap kebijakan pengukuhan 24 Pjs Penghulu oleh Plt bupati Rohil ini dinilai cacat administrasi dan bahkan berpotensi maladministrasi.

Dari kacamata Administrasi Akas Virmandi mengatakan ada bberapa kecacatan tahapan administrasi H Sulaiman dalam menjalankan kewenangan nya selaku Plt bupati Rohil saat mengukuhkan 24 Pjs Penghulu tersebut. Karena berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintah BAB IV Hak dan Kewajiban Pemerintah Daerah Pasal 7 Nomor 1 menjelaskan bahwa Pejabat Pemerintahan Berkewajiban Untuk Menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang Undangan, Kebijakan Pemerintahan dan Azas Umum Pemerintahan yang Baik AUPB

Selanjutnya nomor 2 pejabat pemerintahan memiliki kewajiban 
a. membuat keputusan dan atau tindakan sesuai dengan kewenangannya 
b. mematuhi AUPB dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan c. mematuhi persyaratan dan prosedur pembuatan keputusan dan atau tindakan

Dari landasan undang undang yang disebutkannya tersebut, akas memetik 3 kesalahan fatal Plt bupati Rohil saat ini.

 Pertama H Sulaiman telah melampaui batas kewenangannya selaku Plt bupati dan tidak mematuhi azas umum pemerintahan yang baik serta tidak mematuhi persyaratan dan prosedur dalam pembuatan keputusan.

Tiga kesalahan fatal tersebut menurut Akas terkonfirmasi dengan polemik yang terjadi ditengah masyarakat saat ini mengenai pengukuhan 24 Pjs Penghulu yang menuai banyak penolakan, hal tersebut diakibatkan karena H Sulaiman selaku Plt bupati melampaui batas kewenangannya dalam membuat kebijakan dan tidak melakukan azas umum pemerintahan yang baik serta tidak mematuhi persyaratan dan prosedur dalam pembuatan keputusan.

Sebagaimana dengan persoalan melampaui batas kewenangan tersebut, berdasarkan perintah Surat Edaran Gubernur Riau Nomor : 100.1.41/PEM.OTDA/3953 disebutkan Tentang Wewenang Plt. Bupati Rohil Sebagaimana yang Tertuang Pada nomor 3 bahwa Wakil Bupati Rohil H.Sulaiman yang saat ini Menjabat Sebagai Plt Bupati Rohil hanya boleh melaksanakan tugas sehari hari Bupati Definitif sebagaimana dengan ketentuan perundang undangan.

Dan berdasarkan Surat Edaran Mentri Dalam Negeri Nomor : 1100.2.4.3/4378/SJ pada tiga romawi (III) Point a dan b tentang kewenangan Plt bupati disamping harus mempertimbangkan kepatutan dan kewajaran dalam mengambil kebijakan di daerah juga agar perkembangan kebijakan yang diambil tersebut harus diketahui oleh Bupati Definitif.

“Kedua hal tersebut tidak dilakukan oleh Plt bupati hari ini, yang mana dirinya bukan lagi mengerjakan tugas sehari hari bupati Definitif melainkan merombak apa yang sudah menjadi ketentuan bupati Definitif sebelumnya. 

Serta tidak pernah mengkonfirmasi apa yang menjadi perkembangan kebijakan yang diambil oleh Plt bupati kepada bupati Definitif. Semua nya seolah dikerjakan secara brutal tanpa melihat aturan dan prosedur yang berlaku, sebagaimana dengan pedoman azas umum pemerintahan yang baik,” sebut Akas.

Mematuhi persyaratan dan prosedur pembuatan keputusan dan atau tindakan, sebagaimana dengan persoalan penggantian 24 Pjs Penghulu, ditegaskan didalam Peraturan Mentri Dalam Negri Republik Indonesia Nomor :1 Tahun 2018 tentang perubahan atas Nomor : 74 Tahun 2016 Tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara bagi bupati Definitif disebutkan Pasal 9 Nomor 1 Point e bahwa Plt bupati mempunyai wewenang melakukan pengisian dan penggantian pejabat berdasarkan peraturan perangkat daerah setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Mentri.

“Jadi secara wewenang Plt bupati boleh untuk melakukan pengisian dan penggantian pejabat seperti yang terjadi saat ini, harus berdasarkan persetujuan tertulis oleh Mentri yang sifatnya mengevaluasi atau melakukan penggantian pejabat. Sementara apa yang dilakukan oleh H Sulaiman selaku Plt bupati Rohil hari ini sudah menyalahi aturan. Sebab, tidak ada satupun surat persetujuan dari Mentri yang bersifat tertulis yang memerintahkan untuk dilakukannya penggantian 24 Pjs Penghulu tersebut," terangnya.

Karena jika dibaca dengan seksama bahwa Surat Edaran Kementrian Dalam Negri Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Pemerintahan Desa Nomor : 100.3.3/5036/BPD yang saat ini menjadi alasan kuat di kukuhkannya 24 Pjs Penghulu oleh Plt bupati Rohil tersebut adalah surat yang berisikan tentang tanggapan yang bersifat segera untuk melakukan pemetaan, sosialisasi dan pembinaan, bukan surat perintah untuk melakukan evaluasi dan pengukuhan.

"Harusnya secara tahapan administrasi setelah dikeluarkannya Surat Edaran Kementrian Dalam Negri Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Pemerintahan Desa diatas, Plt bupati harus melakukan pemetaan terhadap wilayah atau individu Pjs Penghulu yang dianggap rawan masalah, baik tentang pelanggaran pemilu maupun netralitas pejabat daerah. Setelah dilakukannya pemetaan dan terdapat beberapa titik wilayah yang rawan masalah tadi barulah kemudian dilakukan sosialisasi," ungkapnya.

Setelah dilakukan pemetaan dan sosialisasi barulah masuk ke tahap yang ketiga yaitu pembinaan terhadap individu yang rawan masalah tadi. "Setelah dilaluinya tahapan pemetaan, sosialisasi dan pembinaan tapi tetap saja terdapat individu atau wilayah yang masih rawan masalah, barulah Plt bupati kembali menyurati Kemendagri untuk mengkonfirmasi bahwa individu atau wilayah yang dianggap rawan masalah ini tidak bisa dibina," paparnya.

Hal itu tentu dibarengi dengan lampiran masalah masalah yang bersifat autentik, yang mana perihal pelanggaran undang undang pemilu dan netralitas maka harus dilampirkan dengan hasil putusan Bawaslu dan semacam nya dengan maksud menguatkan temuan yang dianggap bermasalah tadi, sebagai bukti bawah individu yang rawan masalah ini memang terbukti melalukan pelanggaran pemilu dan netralitas. 

Sampai kemendagri kembali memberikan balasan surat persetujuan secara tertulis atau yang berisi perintah mengevaluasi dan sebagainya.

Selanjutnya barulah dilakukan penggantian 24 Pjs Penghulu. Belum lagi secara spesifik persoalan keterlibatan dinas terkait dalam hal ini Dinas PMD Rokan Hilir yang tidak terlibat dalam urusan pengukuhan 24 Pjs Penghulu sebagaimana dengan pernyataan Kadis PMD melalui video yang berdurasi 38 detik yang beredar di media sosial saat ini.

Padahal keterlibatan Dinas PMD sebagai salah satu instrumen penting sebagai badan permarkasa, sebagaimana UU Nomor 30 Tahun 2014 Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 12 Legalisasi adalah pernyataan badan dan atau pejabat pemerintahan mengenai keabsahan suatu salinan surat atau dokumen administrasi pemerintahan yang dinyatakan sesuai dengan aslinya.

"Artinya dengan tidak terlibatnya Dinas Permarkasa dalam hal ini Dinas PMD Rokan Hilir artinya sudah dengan jelas membuktikan bahwa pengukuhan serta SK 24 Pjs Penghulu yang dikeluarkan oleh Plt Bupati Rohil hari ini ilegal," kata Akas. Tidak hanya itu, bahkan SK yang diduga ilegal ini terindikasi Maladministrasi karena dikerjakan secara sepihak. 

Hal tersebut dibuktikan dengan tidak mendasarnya putusan SK yang tertuang didalam SK 24 Pjs Penghulu tersebut.

Sebab, jika dilihat pada point menimbang dan mengingat penetapan Pjs Penghulu yang dikukuhkan oleh Plt bupati Rohil H Sulaiman hari ini tidak singkron dengan alasan P3K dan Netralitas. "Lebih lucu nya lagi jika menurut acuan tata naskah dinas bahwa penamaan pejabat didalam SK Pjs Penghulu tersebut tidak boleh membubuhkan gelar, tapi yang terlihat didalam SK tersebut terdapat gelar," bebernya.

Sebagaimana yang tertuang didalam Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah yang tertuang dalam Peraturan Mentri Dalam Negri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 bagian kesebalas mengenai Paraf, Tandatangan dan Stempel Pasal 44 Nomor 1 Penulisan Nama pejabat yang menandatangi naskah dinas pengaturan dan naskah dinas penetapan tidak menggunakan gelar.

Oleh karena itulah pengukuhan 24 Pjs Penghulu hari ini harus ditentang oleh semua pihak dan kalangan masyarakat, karena apa yang dilakukan oleh Plt bupati hari ini, bukan semata mata untuk menjalankan azas pemerintahan umum yang baik, melainkan nafsu politik semata. (Erik)

Ikuti Terus DirgaNusantara

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER